Gunung Sinabung di Indonesia pernah dianggap sebagai gunung api dorman (tidur) selama lebih dari 400 tahun, sampai akhirnya erupsi dalam jangka waktu satu bulan pada tahun 2010. Kemudian erupsi lagi pada 15 September 2013, hingga sampai sekarang masih menunjukan aktivitas vulkanik.

Memahami mengapa sebuah gunung api bangkit dari status dorman bukanlah tugas mudah bagi para ilmuan, tetapi sebuah makalah yang diterbitkan tahun lalu dalam Solid Earth menunjukan bahwa beberapa gempa mega-thrust yang terjadi di Sumatra baru-baru ini memicu erupsi Sinabung.

Peta lokasi titik-titik gempa mega-thrust di wilayah Sumatra
Peta lokasi gempa megathrust Sumatra.
(Californis Institute of Technology)
Gunung Sinabung adalah salah satu dari beberapa gunung api yang terletak di sepanjang zona subduksi Sumatra di Samudera Hindia. Daerah ini merupakan bagian dari The Ring of Fire, sangat aktif secara geologis. Kaldera Danau Toba yang berjarak sekitar 40 km dibagian tenggara Gunung Sinabung, adalah situs yang diketahui sebagai hasil erupsi supervolcanic terakhir di Bumi sekitar 75.000 tahun yang lalu.

Matteo Lupi dan Stephen Miller, penulis makalah dalam Solid Earth mengatakan, tiga gempa besar yang terjadi di wilayah ini selama tahun 2005 dan 2007 mungkin telah memicu aktivitas vulkanik Gunung Sinabung. Gempa-gempa ini meliputi; M8,6 2005, M7,9 dan M8,4 2007. Gempa dahsyat M9,2 yang melanda Indonesia pada bulan Desember 2004 kemungkinan tidak terlibat, karena gempa ini terjadi di wilayah sebelah utara busur vulkanik.



Peta lokasi jajaran gunung api terkait dengan Tunjaman Sumatra
Peta: jajaran gunung api yang terkait
dengan Sumatra Trench. (wikipedia)
Berdasarkan dalil-dalil geomekanik, geologi dan geofisika, kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa gempa-gempa subduksi besar dapat mengaktifkan busur vulkanik karena mengubah jenis dan jumlah tektonik stres bawah permukaan. Sedangkan tekanan kompresi yang dirilis setelah terjadi gempa subduksi, dapat mengakibatkan gerakan strike-slip dan jenis-jenis stres tektonik lainnya. Gerakan tersebut, pada akhirnya dapat membuka saluran baru untuk aliran magma dan meningkatkan permeabilitas sistem vulkanik keseluruhan. Hal ini juga dapat menyebabkan perubahan tekanan pori yang membuat magma lebih cenderung untuk erupsi.

Fonomena semacam ini juga telah teramati setelah kejadian gempa besar di wilayah lain di dunia, seperti Chili dan Jepang.

Yang terpenting lagi, para ilmuwan mencatat bahwa gagasan gempa besar dapat memicu erupsi gunung api bukanlah hal yang baru. Charles Darwin sebenarnya pernah mendokumentasikan peningkatan aktivitas vulkanik di Chile setelah kejadian gempa M8,5 tahun 1835, yang kemudian temuan ini ia terbitkan di tahun 1840.
------
Compiled by  @EFBumi

Jurnal terkait:

Post a Comment

SM-IAGI UNG

{picture#https://pbs.twimg.com/profile_images/497585628695891970/5H6NQcSq.jpeg} SM-IAGI UNG | Seksi Mahasiswa - Ikatan Ahli Geologi Indonesia Universitas Negeri Gorontalo | Ekstraksi - Konservasi - Mitigasi {facebook#http://www.facebook.com/smiagiung} {twitter#http://twitter.com/smiagiung} {google#http://plus.google.com/+SMIAGIUNG} {pinterest#http://www.pinterest.com/smiagi} {youtube#http://www.youtube.com/channel/UC6ajXFGGmFmwwt-fsxNqsigL} {instagram#http://instagram.com/smiagiung}
Powered by Blogger.